Perempuan adalah ladang.
Dimana laki-laki sebagai penggarapnya. Semakin subur ladang itu, semakin giat laki-laki menggarapnya. Tapi semakin gersang ladang itu, tak segan kaum lelaki menggarap ladang lain tanpa memperhatikan ladang yang ia tinggalkan.
Begitulah kita, kaum perempuan. Semakin kita mandiri, semakin subur kaum lelaki 'menghargai' kita. Harga kemandirian yang kita bayar sangat mahal. Kita kehilangan tempat bersandar, berteduh, bertopang, bernaung, bahkan kasih sayang kelembutan yang kita harapkan dari pendamping kita. Kemandirian untuk meringankan beban kaum lelaki sebagai penanggungjawab ekonomi malah sering kali sebagai bumerang bagi kita, kaum perempuan.
Banyak dari kaum lelaki memanfaatkan ketiadaaan fungsi perempuan sebagai isteri untuk berselingkuh. Kemandirian perempuan malah dijadikan 'senjata' untuk memojokkan. Memang, kaun perempuan bekerja dan berkarya tidak semata-mata untuk mencari uang, tapi juga sekaligus untuk mencari kepuasan batin untuk lebih dihargai dalam berkekspresi. Namun, bukan berarti itu menjadi alasan menuduh perempuan arogan, egois, dan penentang martabat.
Perempuan tidak menuntut agar kaum pria menghargai mereka dengan rasa hormat, tapi cukup dengan pengertian dan dukungan nyata sangat meringankan tugas dan pekerjaan mereka. Tidak ada salahnya jika kaum lelaki tidak malu untum mencuci atau menyetrika baju, mengepel, memasak atau sekedar melap meja. Itu adalah satu bentuk pengertian dan dukungan yang cukup luar biasa. Tapi mengapa enggan mereka lakukan?
Sampai kapan perempuan berhenti tidak hanya sebagai 'ladang' yang bisanya hanya digarap dan digarap?
Saturday, November 8, 2008
Karena kamu "Lelaki"
Post by Dewi Febsuri di 6:49 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment